Sejarah Lahirnya Gerakan Pramuka di Indonesia Abad Reformasi
Sejarah lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia bermula pada masa dimana Indonesia dijajah oleh Belanda.
Awal gerakan kepanduan ini bermula dari berdirinya cabang Nederlandsche
Padvinders Organisatie (NPO) yang kemudian berubah namanya menjadi
Nederlands Indische Padvinders. Bapak kepanduan Indonesia ialah S.P.
Mangkunegara yang memrakarsai berdirinya organisasi kepanduan milik
Indonesia sendiri pada tahun 1916. Pada masa Jepang, gerakan ini
dibubarkan karena pihak Jepang tidak menginginkan adanya sebuah
organisasi yang dibuat tanpa ikut campur Jepang. Setelah Jepang pergi,
gerakan Pramuka di Indonesia kembali aktif dan baru terbentuk sebagai
Pramuka pada tahun 1961. Panitia untuk pembentukan gerakan Pramuka
sendiri baru dibuat keputusannya pada tahun 1961 lewat keputusan
Presiden Nomor 121 tahun 1961 tanggal 11 April 1961.
Sejarah Gerakan Pramuka Masa Penjajahan
Berdirinya gerakan Pramuka di Indonesia diawali dengan munculnya cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912. Organisasi yang juga baru berdiri pada tahun 1910 ini mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat dimana Perang Dunia I pecah. Karena NPO memiliki kwartir besar sendiri, mereka kemudian memutuskan untuk mengubah nama mereka di tahun 1916 dan menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIVP). Pada tahun yang sama, S.P. Mangkunegara VII merencanakan untuk membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hal ini dibuat nyata, dan organisasi mereka diberikan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) dan merupakan organisasi kepanduan yang pertama di tanah nusantara.
Organisasi-organisasi kepanduan yang berdiri juga menyulut api pergerakan nasional, dimana pada suatu masa didirikan organisasi kepanduan milik Muhammadiyah yang diberi nama Padvinder Muhammadiyah dimana pada tahun 1920 mengganti nama mereka menjadi Hizbul Watan. Selain Muhammadiyah, ada juga Nationale Padvinderij milik Budi Utomo, Syarikat Islam Afdeling Padvinderij milik Syarikat Islam yang namanya kemudian diubah menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) yang berdiri berkat Jong Islamieten Bond, dan terakhir adalah Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) yang berhutang kepada Pemuda Indonesia untuk berdiri. Pada tanggal 23 Mei 1928, rasa persatuan yang timbul dalam organisasi kepanduan di Indonesia mulai mewujudkan dirinya dengan nama “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia” (PAPI) yang anggotanya adalah INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
Pada tahun 1928 hingga 1935, organisasi-organisasi kepanduan yang memelopori lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia menjadi semakin banyak baik yang berdasarkan kebangsaan atau agama. Nama-nama organisasi yang berdasarkan kebangsaan adalah:
Perkembangan gerakan Pramuka di Indonesia sempat terhambat ketika penjajah dari Belanda pulang dan digantikan oleh pasukan Jepang. Dalam masa penjajahan oleh Jepang yang mengaku-ngaku “pelindung Asia, pemimpin Asia, dan cahaya Asia”, tidak boleh ada partai dan organisasi rakyat yang terjadi. Hal ini menyulut banyak kemarahan publik karena bahkan organisasi kepanduan tidak boleh dilanjutkan. Meski ada aturan tentang penolakan organisasi, beberapa anggota BPPKI tetap merencanakan PERKINO II. Masa isolasi dari organisasi rakyat ini membuat semangat kepanduan yang ada dalam dada para anggotanya berkobar semakin kuat.
Gerakan Pramuka Pada Masa Republik Indonesia
Pada bulan September 1945, beberapa tokoh dari gerakan kepanduan Indonesia memutuskan untuk melakukan pertemuan di Yogyakarta demi membentuk sebuah panitia baru sebagai sebuah panitia kerja dan wadah dari sebuah organisasi yang besar. Panitia baru ini kemudian dikenal sebagai Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia (KPPI) dan di saat yang sama segera menetapkan tanggal untuk melaksanakan sebuah kongres tentang kesatuan kepanduan. Kongres ini berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Desember dan berlokasi di Surakarta. Dan sebagai hasilnya, terbentuklah Pandu Rakyat Indonesia. Pandu Rakyat Indonesia menghadapi masa sulit ketika hendak berkembang. Salah satu alasan yang ada adalah penyerangan kembali Belanda mulai 17 Agustus 1984 dimana pada saat itu ada seseorang yang berencana menembak mati Soeprapto dan berhasil. Pada daerah-daerah yang akhirnya berhasil dikuasai oleh Belanda, Pandu Rakyat dipaksa untuk berhenti beraktivitas.
Ketika periode perjuangan untuk lagi-lagi mengusir Belanda dari tanah air selesai, Pandu Rakyat Indonesia mengadakan kongres mereka yang ke-2 di Yogyakarta pada tanggal 20 hingga 22 Januari tahun 1960. Yang menjadi pokok pembicaraan dari kongres ini adalah tentang bagaimana putusan untuk mencapai konsepsi yang baru, memberi kesempatan untuk beberapa golongan agar mereka bisa kembali menyejahterakan kembali organisasi mereka yang telah runtuh. Kongres ini juga membahas tentang bagaimana masyarakat sekitar kini mampu membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hingga kini, kisah ini akan terus diceritakan jika ada salah satu kita yang berbicara atau bertanya tentang sejarah lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia.
Sejarah Gerakan Pramuka Masa Penjajahan
Berdirinya gerakan Pramuka di Indonesia diawali dengan munculnya cabang dari Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912. Organisasi yang juga baru berdiri pada tahun 1910 ini mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat dimana Perang Dunia I pecah. Karena NPO memiliki kwartir besar sendiri, mereka kemudian memutuskan untuk mengubah nama mereka di tahun 1916 dan menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIVP). Pada tahun yang sama, S.P. Mangkunegara VII merencanakan untuk membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hal ini dibuat nyata, dan organisasi mereka diberikan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) dan merupakan organisasi kepanduan yang pertama di tanah nusantara.
Organisasi-organisasi kepanduan yang berdiri juga menyulut api pergerakan nasional, dimana pada suatu masa didirikan organisasi kepanduan milik Muhammadiyah yang diberi nama Padvinder Muhammadiyah dimana pada tahun 1920 mengganti nama mereka menjadi Hizbul Watan. Selain Muhammadiyah, ada juga Nationale Padvinderij milik Budi Utomo, Syarikat Islam Afdeling Padvinderij milik Syarikat Islam yang namanya kemudian diubah menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) yang berdiri berkat Jong Islamieten Bond, dan terakhir adalah Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) yang berhutang kepada Pemuda Indonesia untuk berdiri. Pada tanggal 23 Mei 1928, rasa persatuan yang timbul dalam organisasi kepanduan di Indonesia mulai mewujudkan dirinya dengan nama “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia” (PAPI) yang anggotanya adalah INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
Pada tahun 1928 hingga 1935, organisasi-organisasi kepanduan yang memelopori lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia menjadi semakin banyak baik yang berdasarkan kebangsaan atau agama. Nama-nama organisasi yang berdasarkan kebangsaan adalah:
- Pandu Indonesia (PI)
- Padvinders Organisatie Pasundan (POP)
- Pandu Kesultanan (PK)
- Sinar Pandu Kita (SPK)
- Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI)
- Pandu Ansor
- Al Wathoni
- Hizbul Wathan
- Kepanduan Islam Indonesia (KII)
- Islamitische Padvinders Organisatie (IPO)
- Tri Darma (Kristen)
- Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI)
- Kepanduan Masehi Indonesia (KMI)
Perkembangan gerakan Pramuka di Indonesia sempat terhambat ketika penjajah dari Belanda pulang dan digantikan oleh pasukan Jepang. Dalam masa penjajahan oleh Jepang yang mengaku-ngaku “pelindung Asia, pemimpin Asia, dan cahaya Asia”, tidak boleh ada partai dan organisasi rakyat yang terjadi. Hal ini menyulut banyak kemarahan publik karena bahkan organisasi kepanduan tidak boleh dilanjutkan. Meski ada aturan tentang penolakan organisasi, beberapa anggota BPPKI tetap merencanakan PERKINO II. Masa isolasi dari organisasi rakyat ini membuat semangat kepanduan yang ada dalam dada para anggotanya berkobar semakin kuat.
Gerakan Pramuka Pada Masa Republik Indonesia
Pada bulan September 1945, beberapa tokoh dari gerakan kepanduan Indonesia memutuskan untuk melakukan pertemuan di Yogyakarta demi membentuk sebuah panitia baru sebagai sebuah panitia kerja dan wadah dari sebuah organisasi yang besar. Panitia baru ini kemudian dikenal sebagai Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia (KPPI) dan di saat yang sama segera menetapkan tanggal untuk melaksanakan sebuah kongres tentang kesatuan kepanduan. Kongres ini berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Desember dan berlokasi di Surakarta. Dan sebagai hasilnya, terbentuklah Pandu Rakyat Indonesia. Pandu Rakyat Indonesia menghadapi masa sulit ketika hendak berkembang. Salah satu alasan yang ada adalah penyerangan kembali Belanda mulai 17 Agustus 1984 dimana pada saat itu ada seseorang yang berencana menembak mati Soeprapto dan berhasil. Pada daerah-daerah yang akhirnya berhasil dikuasai oleh Belanda, Pandu Rakyat dipaksa untuk berhenti beraktivitas.
Ketika periode perjuangan untuk lagi-lagi mengusir Belanda dari tanah air selesai, Pandu Rakyat Indonesia mengadakan kongres mereka yang ke-2 di Yogyakarta pada tanggal 20 hingga 22 Januari tahun 1960. Yang menjadi pokok pembicaraan dari kongres ini adalah tentang bagaimana putusan untuk mencapai konsepsi yang baru, memberi kesempatan untuk beberapa golongan agar mereka bisa kembali menyejahterakan kembali organisasi mereka yang telah runtuh. Kongres ini juga membahas tentang bagaimana masyarakat sekitar kini mampu membuat organisasi kepanduan mereka sendiri. Hingga kini, kisah ini akan terus diceritakan jika ada salah satu kita yang berbicara atau bertanya tentang sejarah lahirnya gerakan Pramuka di Indonesia.
Perkumpulan Pandu
/ Kepanduan di Indonesia adalah jelmaan
dari organisasi Padvinder / Padvinderij dari organisasi yang sama di negeri
Belanda sedangkan Panvincer / Panvinderij merupakan jelmaan Boy Scout /
Scouting yang di Inggris berdasarkan buku
Scouting for Boys karangan Baden Powell.
Oleh orang Belanda S.P Smidth, di Batavia (Jakarta) dibentuk
Padvinder untuk anak-anak orang Belanda dengan nama Nederlands Indesche Padvinderij Vereniging (NIPV) pada tahun 1912. Antara tahun 1912
– 1916 di Solo Pangeran Mangkunegoro IV
membentuk Javasche Padvinderij
Organisatie (JPO) untuk anak-anak kerabat Mangkunegoro, inilah organisasi
pandu pertama Indonesia. Pendirian JPO ini membuat para remaja dan pemuda
daerah lain tertarik mendirikan organisasi kepanduan. Yang pada waktu itu
dianggap sebagai salah satu cara perjuangan dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Mulailah berdiri organisasi serupa seperti Hisbullah Wathan Padvinderij (HW)
dibawah organisasi Muhammadiah, Serikat Islam Afdeling Padvinderij (SIAP)
dibawah partai Serikat Islam, Suryawirawan Padvinderij dibawah Taman Siswa,
Jong Java Padvinderij (JJP), Nationalle Islamitische Padvinderij (NATIVIJ) dan
sebagainya.
Tonggak kebangkitan bangsa Indonesia
adalah berdirinya organisasi Boedi Oetomo
20 Mei 1908, lalu peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menjiwai
Gerakan Kepanduan Nasinal kita semakin bergerak maju.Walaupun mengadopsi ajaran
Badaen Powell, Padvinder di Jawa tidak sama dengan Padvinder Belanda dan Boy
Scout di Inggris,. Organisasi di Inggris dan Belanda di samping melatih pesertanya / anggotanya untuk membangun
persaudaraan dan mengajarkan keterampilan juga menanamkan kesadaran berbakti
terhadap Raja, sedangkan Padvinder Jawa
menanamkan kesadaran berbangsa dalam
rangka perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Karena adanya program perjuangan
kemerdekaan, maka pemerintah Hindia Belanda melarang menggunakan istilah
Padvinder sebagai organisasi kepanduan kita dan membubarkannya bagi yang
bernaung sibawah partai politik , organisasi kemasyarakatan, dan tidak bolah
melakukan kegiatan. Adanya larangan tersebut untuk menggunakan istilah padvinder,
maka dengan cerdik KH AGUS SALIM
menciptakan istilah PANDU dimana organisasi tersebut dikemukakan pertama
kali dalam Kongres SIAP tahun 1908 di Kota Banjarnegara, Banyumas, Jateng (Sehingga KH Agus Salim dikenal sebagai Bapak
Pandu Indonesia )
Dengan meningkatnya kesadaran
nasional Indonesia maka timbullah niat menggerakan persatuan organisasi
kepanduan. Pada tahun 1930 dengan adanya INPO ( Indonesische Padvinders
Organizatie ), PK ( Pandu Kesultanan ), PPS ( Pandu Pemuda Sumatera ),menjadi
satu organisasi yaitu KBI (
Kepanduan Bangsa Indonesia ) .
Pandu Indonesia pertama kali
mengikuti Jambore Dunia V di Volegenzang, Belanda di tahun 1937 ( Pandu Hindia
Belanda ). Kemudian tahun 1931 terbentuk pula sebuah federasi yang menamakan Persatuan antar Pandu-Pandu Indonesia (PAPS)
yang kemudian berubah menjadi Badan
Pusat Persatuan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada tahun 1938.
Selain sebagai organisasi kader
pandu dan kepanduan dapat juga dipandang sebagai organisasi kependidikan yang menyelenggarakan pendidikan di luar
sekolah dan di luar keluarga yang dalam undang-undang pendidikan di sebut ”
Pendidikan Non Formal ”, sehingga lengkaplah misi kepanduan menjadi tiga, yaitu :
1.
Membangun
persaudaraan
2.
Melatih
keterampilan
3.
Menanamkan
kesadaran berbangsa dan bernegara untuk merebut kemerdekaan
Adanya tiga misi tersebut pemerintah Hindia Belanda merasa kedudukannya
akan terancam, oleh karena itu pandu dan kepanduan senantiasa di awasi sampai
masuknya Jepang ke Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang
organisasi ini dilarang dan mereka membentuk Seinedang dan Keibodang sebagai
wadah kegiatan pemuda / pelajar di luar sekolah. Namun jiwa pandu dengan
selogan ”Sekali Pandu Tetap Pandu” . Oleh karena itu 4 bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, tanggal 28 Desember 1945 di Solo
berdiri Pandu Rakyat Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di
wilayah Negera Republik Indonesia. Tetapi setelah parpol dan ormas lahir
maka banyak pandu dan kepanduan yang
bernaung dibawahnya. Sehingga sampai dengan tahun 1959 tercatat 100 organisasi
pandu. Upaya untuk mempersatukan pemuda-pemuda tersebut hanya berhasil
terbentuknya IPINDO ( Ikatan Pandu Indonesia ) tanggal 12 September 1951,
POPPINDO ( Perhimpunan Organisasi Pandu Putri Indonesia ) yang terbentuk tahun
1954 dan PKPI ( Persatuan Kepanduan Putri Indonesia ). Tahun 1951 IPINDO menyelenggarakan Jamnas I di Pasar Minggu Jakarta.
Adanya perpecahan organisasi pemuda
tersebut menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan terjadinya perselisihan
dikalangan generasi muda, maka ke tiga federasi diatas melebur menjadi satu
menjadi PERKINDO ( Persatuan
Kepanduan Indonesia ), tetapi hanya 60 organisasi pandu saja yang bergabung
dari 100 organisasi yang ada.
Di dalam faederasi tersebut sebagian
60 organisasi anggota Perkindo terutama yang sebagai Underbow Orsospol atau
ormas tetap berhadap-hadapan berlawanan satu dengan yang lain, sehingga tetap
terasa lemahnya gerakan kepanduan Indonesia. Kelamahan ini ingin dimanfaatkan oleh pihak komunis sebagai
alasan untuk memaksan gerakan kepanduan di Indonesia menjadi gerakan pioneer muda seperti di
negara-negara komunis.
Atas dasar kekhawatiran tersebut
MPRS mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : IX/MPRS/1959 antara lain menetapkan
agar organisasi kepanduan di Indonesia diperhatikan. Berdasarkan Surat
Keputusan tersebut tanggal 9 Maret 1961 Bung Karno berpidato di Istana Merdeka
meminta agar kepanduan di Indonesia dibebaskan dari paham Baden Powellisme dan
untuk itu perlu dibentuk organisasi baru
dengan nama PRAMUKA (Praja Muda
Karana) untuk tugas tersebut dengan Kepres RI
Nomor 121 tahun 1961 dibentuk Panitia Pembentukan Pramuka yang terdiri
dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Dr. A. Azis Saleh, Prof. Dr.Priyono,
Ahmadi kemudian ditambah dengan Mulyadi
Joyomartono.
Masyarakat awam banyak tidak
mengetahui pada saaat pembentukannya telah terjadi ”Perebutan” antara kelompok
Sosialis di bawah pimpinan Prof.
Dr.Priyono dengan kelompok Pancasila dibawah pimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX, yang akhirnya dimenangkan oleh kelompok Pancasila dengan dikeluarkanya Kepres RI nomor : 238 tahun 1961 tanggal 20
Mei 1961 tentang pembentukan Pramuka bukan Pioneer muda yang diperjuangkan kelompok sosialis /
komunis. Kepres RI tersebut ditandatangani oleh Ir. H. Djuanda selaku Pjs.
Presiden , karena saat itu Bung Karno sedang berada di luar negeri.
Berdasarkan
Kepres RI Tentang pembentukan Gerakan
Pramuka tersebut Sri Sultan Hamengkubuwono IX beserta anggota panitia lain
menyusun personalia Kwarnas, dimana Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Ketua
Kwarnas Pertama (dijuluki Bapak Pramuka Indonesia) dan Dr. A. Azis Saleh sebagai Sekjend Kwarnas
Pertama Gerakan Pramuka, yang kemudian dilantik oleh Presiden RI pada tanggal 14 Agustus 1961 ditandai dengan
penyerahan / peanugrahan Panji Gerakan
Pramuka ( Semacam Bendera ) dengan logo TUNAS KELAPA. Mulai saat itu tanggal 14
Agustus ditetapkan sebagai Hari Pramuka dan Bung Karno selaku Presiden RI
sebagai Pramuka tertinggi (Sekarang : Presiden RI sebagai Pramuka Utama). Sejak
itu dibentuk Kwarda Gerakan Pramuka di
Provinsi-provinsi Indonesia termasuk Provinsi Riau
Komentar
Posting Komentar